Selamat Datang Di Beranda Chemerlap, Kami Bukan Aktifis Tapi Kami Tetap Peduli Pada Negara Kami, Dan Kami Akan Terus Menatap Ke Depan Demi Negara Ini Dan Jadikan Sejarah Bangsa Ini Sebagai Referensi Menata Masa Depan ,
''The Youth of The Nation Never Die''

Minggu, 09 Januari 2011

Nikah Siri, antara Hukum Agama dan Hukum Negara

Belakangan, perdebatan soal nikah siri, kawin kontrak, dan poligami sangat seru. Silang pendapat ini terkait rencana pemerintah yang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Materiil Peradilan Agama tentang Perkawinan. Dalam RUU tersebut pelaku nikah siri, kawin kontrak, dan poligami bisa dipidanakan.
Sanksi pidana ini diwacanakan mengingat dari ketiga macam pernikahan di atas telah menimbulkan banyak korban. Kementerian Agama mencatat, 48 persen dari 80 juta anak di Indonesia lahir dan proses perkawinan yang tidak tercatat. Artinya, 35 juta anak di Indonesia sulit mendapatkan surat lahir, kartu tanda penduduk, hak-hak hukum seperti hak waris, dan sebagainya. Selain itu, dari dua juta perkawinan per tahun, terdapat 200 ribu perceraian.
Data ini menunjukkan perkawinan tanpa pencatatan bakal menimbulkan masalah panjang, khususnya bagi anak-anaknya. Belum lagi soal status istri hasil nikah tanpa pencatatan. Mereka tidak terlindungi secara hukum. Jika perkawinanya bermasalah, maka si istri tak bakal bisa mendapatkan hak-haknya secara wajar. Hak waris, hak gono-gini, dan hak-hak perlindunga hukum lainnya.
Saya menyambut baik rencana pemerintah untuk mengatur soal pernikahan. Bahwa soal bagaimana peraturan pernikahan mesti dilakukan, sanksi pidana maupun perdata bagi yang melanggar, siapa saja yang bisa dikenai hukum, itu soal teknis yang bisa diperdebatkan. Namun, yang penting di sini, Negara sudah punya niat untuk melindungi hak-hak sipil warga yang timbul akibat penyalahgunaan pernikahan. Negara berkewajiban menciptakan harmoni dan keteraturan sosial di tengah masyarakat.
Harus diakui, nikah siri, kawin kontrak, dan poligami sering disalahgunakan para pelakunya. Dengan beribu satu dalih. Siapa lagi korbannya kalau bukan istri dan anak-anak mereka. Dengan mudahnya mereka kawin-cerai, tanpa memedulikan akibat hukum lebih lanjut.
Bagi saya, perdebatan ini sah-sah saja terjadi. Silang pendapat ini menunjukkan bahwa dialektika berdemokrasi di negeri ini masih ada. Namun, saya perlu memberi catatan tersendiri terhadap bagi mereka yang tidak sepakat. Pertama, nikah siri sah secara agama. Sehingga Negara tidak bisa mengintervensi kaidah-kaidah agama dalam perkawinan. Logika seperti ini buat saya tidak bisa saya terima. RUU rancangan pemerintah tersebut tidak bermaksud mengintervensi hukum-hukum agama. Karena RUU itu hanya mengatur dampak adiminstratif dan hukum akibat pernikahan tanpa pencatatan. Bahwa soal perkawinan tanpa pencatatan sah secara agama tidak bisa dijadikan dalih.
Mengingat, antara hukum agama dan hukum Negara bergerak dalam ranah yang berbeda. Hukum agama menuntut pertanggungjawaban kepada yang di Atas. Hukum agama dalam perkawinan muncul saat zaman kenabian Muhammmad 14 abad silam, di saat Negara secara administrative belum ada. Wajar jika syariat Islam tak mengatur pencatatan pernikahan.
Sementara hukum Negara mempertanggungjawabkan pelaksanaanya kepada Negara. Apalagi Negara kita bukan Negara agama. Dus, menentang rencana RUU pernikahan dengan dalih melanggar hukum Tuhan tentu bukan alasan yang tepat. Toh di Negara-negara Islam sekalipun, aturan seperti ini mulai diberlakukan. Di Jordan, misalnya.
Kedua, dengan larangan nikah siri maka akan memarakkan perzinahan, pelacuran, seks bebas, dsb. Terus terang, saya sangat geli mendengar argumen ini. Apa hubungannya antara larangan nikah siri dengan seks bebas? Seks bebas, pelacuran itu masalah moralitas manusia. Orang yang berargumen seperti ini mungkin tidak sadar, dengan pendapatnya itu secara tidak langsung mereka mengatakan bahwa nikah siri sebagai bentuk “seks bebas” yang dilegalkan agama. Tentu ini logika sesat…
Dalam konteks pernikahan siri, para penafsir kitab suci agaknya perlu merenungkan kembali tentang makna kehadiran agama di muka bumi. Agama lahir untuk memberi pencerahan hidup bagi siapa saja, khususnya bagi pemeluknya. Agama selalu menentang praktek keagamaan yang berpotensi merugikan pihak lain. Termasuk dalam soal pernikahan.
Sudah saatnya kaum agamawan membuka pikiran dan hatinya untuk menemukan spirit pelaksanaan ajaran agama. Waktu terus bergerak. Dinamika zaman terus berputar. Kita tak bisa berpegang secara kaku tentang dogma-dogma agama. Kalau kita cuma berpatok pada ketentuan “syariat”, yang terjadi adalah bentuk kekauan. Saya tidak bermaksud mengajak mengubah ajaran agama, tapi mengajak menafsirkan kembali agama sesuai spirit agama itu sendiri.
Jangan sampai keagungan ajaran agama justru dijadikan jubah untuk menutupi kezaliman…

Sabtu, 08 Januari 2011

OTAK KIRI DAN OTAK KANAN

Cara Pemikiran Otak Kanan (EQ) dan Otak Kiri (IQ)
Keistimewaan mempelajari warna diri ini ialah secara tidak langsung kita akan
memahami cara pemikiran. Terdapat dua bahagian atau hemisfera otak iaitu otak kanan
dan otak kiri. Kedua-dua hemisfera otak kanan dan kiri ini amat berpengaruh terhadap
gaya pemikiran setiap manusia. Terdapat individu-individu yang pemikirannya lebih
dipengaruhi oleh otak kanan dan terdapat juga individu-individu yang pemikirannya lebih
dipengaruhi oleh otak kiri.

Cara Pemikiran Otak Kanan (EQ)
EQ menjana pemikiran otak kanan yang menghasilkan pertimbangan yang wajar,
secara mudah, bebas dan bersahaja ke arah penyelesaian masalah. Ia juga membantu
meningkatkan tahap penyesuaian secara holistik, sintesis, konseptual dan proaktif. EQ
meningkatkan daya fokus pembelajaran yang lebih lama selain gaya penulisan yang
lebih kemas serta membina akhlak dan tingkah laku yang mulia.
Dengan EQ akan berupaya memperbaiki kelemahan spiritual, emosional, mental dan
fizikal seperti hiperaktif, kemurungan, sifat pemarah, kedengkian, lupa keterlaluan,
terlalu serius, lemah semangat, gangguan halusinasi, kegugupan, kecemburuan
melampau, tidak bermaya, kelesuan, malas berfikir, kebimbangan dan sebagainya.

Cara Pemikiran Otak Kiri (IQ)
Pemikiran IQ yang menggunakan otak kiri sebenarnya lebih terhad kepada analisa
logikal yang memerlukan langkah demi langkah dan berturutan. Penyelesaian masalah
lebih tertutup dan berulang-ulang yang banyak mencetuskan kekeliruan. Kesannya
banyak aktiviti menjadi perlahan selain sangat bergantung kepada analisa satu persatu.
IQ tidak berupaya membentuk akhlak, moral, rohani dan jasmani yang sebenar.
Kecerdikan sememangnya wujud namun lebih banyak kesan-kesan seperti berdusta
dan mencari helah.
Jika dilihat daripada sudut pendidikan, kebanyakan sistem pendidikan yang terdapat di
dunia lebih menjurus kepada aliran pemikiran otak kiri. Para pelajar di seluruh dunia
dilatih untuk membuat keputusan dan melakukan satu-satu tindakan berdasarkan logik,
rasional dan yang mendapat pulangan material semata-mata. Ciri-ciri pemikiran otak kiri
lebih ketara apabila pelajar memasuki gerbang universiti. Jika dikategorikan dalam ilmu
teknik berfikir, gaya berfikir menggunakan otak kiri ini bolehlah dikelaskan sebagai gaya
pemikiran vertikal. Gaya berfikir seperti ini sangat-sangat memerlukan sebab-sebab
rasional dan logik; segala keputusan mesti berdasarkan sebab dan akibat, pengalamanpengalaman
yang lalu dan mesti mempunyai rujukan; setiap idea mesti berasaskan logik
dahulu kemudian baru boleh dilaksanakan.
Ringkasnya, segala idea dan imaginasi akan dikongkong oleh logik dan rasional. Para
pelajar tidak akan bebas berfikir dan tidak mampu dan tidak berani melahirkan idea-idea
baru apatah lagi idea-idea yang amat bertentangan dan dianggap pelik oleh individuindividu
yang berfikiran konvensional. Fikiran konvensional adalah fikiran yang
berasaskan pendapat-pendapat lama yang telah kukuh dan diterima ramai sebelum ini.
Jika ada idea-idea baru yang dilahirkan pun hanyalah berbentuk inovatif atau
‘improvement’ daripada idea-idea sebelum ini, bukan berbentuk kreatif.
Jadi, bagaimana untuk menjadikan anak atau pelajar berfikir cara otak kanan? Pertama
sekali perlulah diketahui anak berada di dalam level warna diri yang mana, iaitu sama
ada Putih (Spiritual) dan Merah Jambu (Emosional) bagi cara pemikiran otak kanan, dan
Hijau (Mental) dan Biru (Fizikal) bagi cara pemikiran otak kiri.
Apabila mengetahui warna diri, lebih lagi apabila mengetahui anak lebih cenderung
kepada cara pemikiran otak kiri, maka anak dapat dilatih untuk berfikir cara otak kanan.
Selain daripada itu, cara pembelajaran juga akan lebih mudah apabila merujuk kepada
kekuatan cara pembelajaran bagi setiap warna level diri.
Gaya Berfikir/ Pembelajaran Mengikut Level Diri

1. Spiritual – Intuisi
Gaya berfikir intuisi adalah gaya berfikir yang berhubung dengan perkara-perkara
peningkatan yang abstrak. Ia adalah proses pemindahan satu-satu sifat potensi
daripada jiwa atau minda ke alam kenyataan dalam bentuk lompatan intelektual yang
cepat tanpa memerlukan usaha yang keras, susah payah, dan pengajaran, sebaliknya ia
menerusi deria batin atau boleh juga disebut sebagai keserasian hati, kehadiran
rohaniah atau rasa hati secara langsung. Gaya berfikir intuisi tidak perlu kepada
sebarang perantaraan/ medium atau sebab musabab. Intuisi wujud sebagai hasil
pemikiran dalam jiwa sekaligus tanpa sengaja dan kemahuan sendiri.
Pada umumnya, kemampuan intuisi ini adalah adalah berbeza daripada seseorang ke
seseorang. Intuisi ini boleh bertambah sehingga seseorang itu mampu bertindak
secepat atau sependek waktu yang mungkin dan juga boleh berkurang malah boleh jadi
sehingga tiada langsung. Perlu diketahui bahawa intuisi hanya akan timbul pada orang
mempunyai fokus dalam pemikirannya. Salah satu cara untuk mendapatkan fokus ialah
seseorang itu perlu menaruh minat yang amat mendalam terhadap apa yang
difikirkannya atau dalam keriernya. Oleh kerana intuisi ini adalah pengetahuan yang
langsung maka ianya adalah lebih meyakinkan bagi orang yang memiliki intuisi tersebut;
malah ianya lebih meyakinkan daripada segala maklumat/ pengetahuan yang telah
dimiliki oleh tuan tubuh tadi berkenaan dengan apa yang difikirkan.

2. Emosi – Ilham
Ilham adalah gaya berfikir yang berhubung dengan perkara-perkara aqliah yang
mujarad, realiti dan ideal. Pada umumnya, ilham sangat berkait rapat dengan intuisi.
Ilham adalah satu bentuk ‘tanggapan emosi’ secara langsung yang dapat diserupakan
dengan tanggapan deria secara langsung terhadap benda-benda luar yang dapat
dicerap oleh pancaindera. Ilham juga dapat diserupakan dengan tanggapan akal
menerusi pemikiran dan pengambilan kesimpulan. Sebagaimana dengan intuisi, ilham
juga dapat berpindah dengan cepat daripada tidak tahu menjadi tahu. Ilham juga boleh
juga diertikan dengan ‘kasyaf’; iaitu satu bentuk tanggapan emosi secara langsung yang
terbit di dalam hati manusia tanpa diketahuinya. Jika jiwa seseorang itu bersih dan nafsu
dan perasaannya terkawal, kasyaf boleh berlaku pada diriya. Untuk seseorang itu
mendapatkan ilham (kasyaf), pemikirannya hendaklah bebas daripada segala ikatan
fakta yang diketahuinya; jika diulas daripada sudut ilmu tasawuf, deria batin hendaklah
bebas daripada ikatan (tidak terpengaruh) deria zahir hinggalah sampai ke satu
peringkat di mana deria zahir sudah menjadi tidak penting lagi.

3. Mental – Akal
Telah sedia maklum oleh semua orang bahawa akal adalah sejenis ‘alat’ yang miliki oleh
manusia dalam membuat taakulan dan pertimbangan; natijah daripada itu, manusia
akan membuat keputusan hasil daripada taakulan tadi. Walaupun tidak dinafikan lagi
bahawa akal mempunyai fungsi yang sangat luas bagi manusia dalam membuat
pertimbangan dalam hidup, namun ia terbatas terhadap perkara-perkara yang berkaitan
dengan akhlak, agama, dan perkara-perkara ghaib seperti ketuhanan, kenabian dan roh.
Penggunaan akal mampu menyedarkan manusia daripada kesalahan-kesalahan yang
telah dilakukan pada masa lampau. Akal juga mengajar manusia membuat kesimpulan
yang tepat berdasarkan pengalaman lalu, yang memungkinkan manusia menilai
pemikiran sendiri dan yang membezakan antara ilmu yang betul dengan khayalan
kosong.
Oleh kerana inilah golongan yang mempunyai level mental sangat banyak melakukan
proses pemikiran dan taakulan terutamanya dalam mencari kebenaran teradap sesuatu
perkara. Tidak seperti golongan spiritual, mereka agak lambat membuat keputusan
kerana terlalu banyak pertimbangan dan penelitian terhadap sesuatu perkara.

4. Fizikal – Deria
Mereka yang daripada golongan level fizikal lebih cenderung mempelajari daripada
perkara-perkara yang dapat dicerap oleh deria mereka seperti deria mendengar,
melihat, merasa, menghidu dan sebagainya. Oleh yang demikian, mempelajari daripada
deria adalah sangat-sangat terhad kepada perkara-perkara yang telah sedia ada wujud,
rasional dan praktikal. Tidak dinafikan lagi bahawa perkara-perkara yang melibatkan
praktikal dan rasional sangat penting dipertimbangkan dalam melaksanakan satu-satu
perkara. Mempelajari melalui deria tidak membawa kepada kreativiti tetapi lebih kepada
melaksanakan perkara-perkara yang telah sedia wujud.

CATATAN SANG ANAK NEGERI

Lahir di planet manakah aku ini,,
Suatu malam salah satu rumah sakit di sebuah kota yang waktu itu dikatakan kota yang dipandang ujung di belahan timur,entahlah nama itu diberi karena pembangunan saat itu baru sampai di kota ini belum sampai ke timur jauh, lahirlah aku sebagai bayi laki-laki yang di beri nama seperti nama salah seorang pajabat di negeri ini,mungkin nama itu diberikan kepada aku dengan harapan aku bisa menjadi salah satu petinggi di negeri ini.
Waktu demi waktu berjalan aku telah menjadi seorang bocah kecil yang tidak tahu bagaimana negeri ini menata kelangsungan hidupnya,aku tidak tahu apa itu korupsi, kolusi, dan nepotisme,setelah berpuluh-puluh tahun baru aku tahu apa itu korupsi,kolusi, dan nepotisme, yang saya tahu dari bapak ibu guru sejarah di sekolah bahwa negeri ini adalah negeri yang hebat yang punya para pahlawan yang heroik di medan perang dan meja perundingan,aku ga pernah tanya seheroik apakah mereka karena dari penjelasan bapak ibu guru aku telah puas,setiap tanggal 17 Agustus tiap tahunnya negeri ini meriah memperingati kebebasan dari cengkeraman para penjajah setelah berabad-abad dijajah yang direbut dari tumpah darah pahlawan negeri ini. Sebagai putera negeri ini aku bangga lahir di negeri ini, mungkin saat itu kebanggaan itu muncul karena ketidaktahuan aku tentang negeri ini dan hanya mendengarkan ibu guru berceloteh tentang kehebatan negeri ini.
Ditetapkanlah oleh sang penguasa bahwa hanya satu asas ideologi di negeri ini yaitu Pancasila,siapapun yang melawan sang penguasa akan dicap tidak pancasilais,entahlah pancasila digunakan penguasa sebagai alasan pembenar untuk menindas lawan-lawan politik sang penguasa itu sama sekali aku tidak tahu karena memang aku tidak peduli yang hanya sebagai bocah kecil penerus negeri ini kelak. Rakyat negeri ini disuguhkan berita-berita hebat tentang negeri ini seolah-olah negeri ini adalah negeri yang adil,makmur dan sentosa tanpa ada penindasan dari penguasa. Rakyat di nina bobokan dengan berita-berita pembangunan yang kesuksesannya dipusatkan pada suatu figur yang digambarkan sebagai bapak pembangunan. Pemilu diadakan sebagai pesta demokrasi formalitas dengan hasil dari tiap periode ke periode berikutnya adalah sama dengan pemenangnya adalah si kuning, si hijau dan si merah hanyalah pelengkap demokrasi saja,tapi masih aku tidak peduli dengan semuanya aku hanya bocah kecil yang tidak mengenal apa itu politik.
Hingga ku beranjak remaja aku bingung melihat mahasiswa turun ke jalan meneriakkan reformasi yang sama sekali aku tidak tahu apa itu reformasi, belakangan baru aku tahu bahwa reformasi itu adalah sebuah perubahan ke arah yang lebih baik buat negeri ini sesuai cita-cita founding father negeri ini, di teriakkanlah yel-yel untuk memberantas korupsi,kolusi,nepotisme, dan adanya pergantian sang penguasa. sekali lagi mahasiswa sebagai agent of change telah merubah negeri ini di atas sebuah kata yaitu reformasi, sang penguasa akhirnya lunak dan turun dari tampuk kekuasaan yang telah lama diduduki, maka negeri ini masuk dalam babak baru yaitu era reformasi, era dimana kebebasan bersuara tidak lagi dikekang,bermunculanlah para politisi bak jamur dimusim hujan, mereka keluar dari persembunyian mereka selama ini dan ada juga politisi yang selama ini menjadi kaki tangan sang penguasa tiba-tiba berubah arah melawan sang penguasa serta mendukung reformasi.
Waktu tidak terasa aku juga sudah masuk dalam babak baru kehidupan sebagai seorang mahasiswa, muncullah pemikiran idealis dan pemikiran kritis aku, aku mencari tahu apa sebenarnya yang telah terjadi negeri ini, ternyata negeriku ini begitu sakit telah terhianati oleh putera mereka sendiri, sejak sang penguasa diktator berkuasa negeri ini bagai permadani yang indah digelar tapi dibawah permadani itulah kebusukan sang penguasa tersembunyi hingga era reformasi mengungkap semua keburukan sang penguasa, harta kekayaan negeri ini dijual ke pihak asing demi keuntungan pribadi sang penguasa dan konco-konconya, demokrasi dikekang karena demokrasi saat itu hanya sebagai alasan pembenar tapi sesungguhnya aristokrasilah bersembunyi di balik demokrasi, hukum dan politik hanyalah sebagai sandiwara, pembangunan meningkat tapi dana pembangunan itu berasal dari utang luar negeri yang kelak akan membebankan rakyat negeri ini, korupsi, kolusi, dan nepotisme begitu bebasnya dipraktekkan.
Reformasi sebuah kata yang indah tapi tak seindah yang kenyataan yang terjadi,reformasi yang tujuannya ke arah lebih baik tidak pernah tercapai hingga satu dekade labih era reformasi berjalan, masih saja ketidakadilan merajalela,korupsi, kolusi, n nepotisme,sandiwara hukum dan politik tetap dipraktekkan,malah semua di negeri ini dapat dibeli dengan uang, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin,suap menyuap adalah santapan sehari-hari para aparat. negeri ini bagai kata pepatah 'lepas dari mulut singa masuk ke mulut buaya'. mahasiswa sebagai motor penggerak reformasi hanya bisa mendobrak zaman tapi tidak bisa mengawal zaman. Para aktifis-aktifis mahasiswa pembakar jiwa reformasi entah kemana yang sejatinya adalah sang perubah,apakah mereka telah dirubah zaman bkan lagi mereka merubah zaman. Hingga saat ini negeri ini dalam degradasi moral yang jatuh ke titik nol. Hukum sejatinya adalah panglima malah terkapar terinjak n terludahi oleh orang-orang yang berduit. Sang panglima yang dapat dinilai dengan uang. Sungguh ironi negeri ini,, sampai kapan negeri ini sakit,,sebuah negeri yang terhianati oleh putera-putera mereka sendiri. Sang ibu pertiwi yang diperkosa oleh degradasi moral.
Ya Tuhan berikanlah karunia buat negeri ini. Amin...
Marx Uppy 07/01/2011 1:24 am

Selasa, 04 Januari 2011

Nasib Sang Kaca

NASIB SANG KACASelama ini di Indonsia di landa aksi demonstrasi dan kerusuhan di berbagai wilayah di Indonesia, di Makassar contohnya terjadi kerusuhan antara pihak aparat kepolisian dan pihak mahasiswa, mereka mengklaim bahwa mereka yang benar dan mereka adalah korban, tapi sadarka mereka yang terlibat kerusuhan itu tahu bahwa sebenarnya yang jadi korban adalah kaca, kaca tidak pernah memprovokasi terjadinya kerusuhan, meraka tidak tahu apa itu politik, mereka tidak tahu apa itu hukum, tapi mereka tahu bahwa mereka cuman sekedar penghias bangunan yang dibuat oleh manusia, tapi kok setiap terjadi kerusuhan mereka yang harus menanggungnya dan menjadi korban, mereka dirusakkan dan dihancurkan, apakah ini potret orang Indonesia yang suka mengorbankan sesuatu yang tidak tahu apa-apa dan tidak bersalah, sungguh ironis!!!!!!nasib sang kaca,,

sang Penuntut Gaji

Suatu pagi seorang pegawai memutuskan menghadap atasannya utk menyampaikan maksud hati dan segala uneg-unegnya dgn tujuan meminta kenaikan gaji. Atasannya kemudian tertawa, mempersilahkannya duduk dan berkata, “Ha…ha…ha…, dengar kawan, anda itu bahkan belum bekerja meskipun satu hari! Masa sekarang mau minta naik gaji?” Tentu saja sang pegawai sangat terkejut mendengar hal itu namun atasannya segera meneruskan. Atasan: “Coba katakan ada berapa hari dlm setahun?” Pegawai: “365 hari dan kadang-kadang 366 hari.” Atasan: “Betul, sekarang ada berapa jam dlm sehari?” Pegawai: “24 jam.” Atasan: “Brp jam kamu bekerja dlm sehari?” Pegawai: “Dari jam 08:00 s/d 16:00 jadi 8 jam sehari.” Atasan: “Jd, berapa bagian dari harimu yang kamu pakai bekerja?” Pegawai: “(mulai ngitung dalam hati… 8/24 jam = 1/3) Sepertiga!” Atasan: “Wah pinter kamu! Sekarang berapakah 1/3 dari 366 hari?” Pegawai: “122 (1/3×366 = 122 hari).” Atasan: “Apakah kamu bekerja pada hari Sabtu dan Minggu?” Pegawai: “Tidak, Pak!” Atasan: “Brp jumlah hari Sabtu dan Minggu dlm setahun?” Pegawai: “52 hari Sabtu ditambah 52 hari Minggu = 104 hari.” Atasan: “Nah, kalau kamu kurangkan 104 hari dari 122 hari, berapa yang tinggal?” Pegawai: “18 hari.” Atasan: “Nah, saya sudah kasih kamu 12 hari cuti tiap thn. Sekarang kurangkan 12 hari dari 18 hari yg tersisa itu brp hari yg tinggal?” Pegawai: “6 hari.” Atasan: “Di hari Idul Fitri dan Idul Adha apakah kamu bekerja?” Pegawai: “Tidak, Pak!” Atasan: “Jadi sekarang berapa hari yg tersisa?” Pegawai: “4 hari.” Atasan: “Di hari Natal dan Tahun Baru apakah kamu bekerja?” Pegawai: “Tidak, Pak!” Atasan: “Jd sekarang berapa hari yg tersisa?” Pegawai: “2 hari.” Atasan: “Sekarang sisa tersebut kurangi dengan Libur Waisak, Imlek, Nyepi, 1 Muharram, Maulid Nabi, Isra’ Mikraj, Wafat Yesus, Kenaikan Isa Almasih, Proklamasi, berapa hari yg tersisa?” Pegawai: “??? Gak ada sisa, Pak.” Atasan: “Jd sekarang anda mau menuntut apa?

Sepak bola, politik,dan hukum

kata orang lbh 200 jt penduduk indonesia tp kenapa tidak bisa memilih 23 pemuda terbaik yg dirangkai dlm 1 tim yg bakal menjelma menjadi kekuatan sepakbola yg hebat di jagad raya ini.
Kata orang bangsa Indonesia adalah bangsa yg sngat berbudaya n beretika tinggi tp kenapa dlm berpolitik sgtlah tdk beretika hanya kepentingan n kekuasaan belaka,,
Kata orang Indonesia adalah penganut Islam terbesar di dunia,smua org tau bhwa Islam itu adalah agama rahmatanlilalamin tp kok bnyak penganutx yg malah tdk punya kesadaran hukum,atau apakah krn kita tdk menerapkan syriat??tp itu tdk mungkin,sy heran org jepang n inggris aja pendudukx mayoritas non Islam tp kok justru kesadaran hukumnya tinggi,ato apakah krn di negeri ini cuman ''Islam KTP ato boleh dikata Islam administrasi'' yg tdk tau hakikat agama yg sbenarx,,
Kita kembali ke sepak bola,baru2 ini Indonesia gagal dlm piala AFF,Indonesia hrs takluk sm saudara serumpun,sebuah hal yg memalukan,secara teknis tim Indonesia itu hebat,sebuah kebanggaan terhadap seluruh pemain n official tim,,tp secara non teknis yg menjadikanx lemah,telah terjadi eforia n latah sepak bola,yg parah politikus yg sejatix adalah para pejuang rakyat sdh alih profesi menjadi komentator sepak bola,para pemain sepak bola yg sejatix adalah bintang lapangan disulap jd entertainer dadakan. Para politisi pada latah perhatian terhadap sepak bola,perhatian itu perlu dipertanyakan,krn disaat timnas merah putih dalam keterpurukan mereka hilang entah kemana tp disaat timnas Indonesia dlm level terbaiknya para politisi muncul bak jamur di musim hujan memperlihatkan diri mereka n jd pecinta sepak bola,dibuatlah spanduk mendukung Timnas Indonesia dgn gambar para politisi beserta latar partai pengusungx,apa tdk lbh baik klo spanduk tersebut bergambar para legenda sepak bola Indonesia agar menjadi motivasi bagi junior2x,jgn2 para pemain malah termotivasi menjadi politisi krn punya potensi massa besar melalui sepak bola mngikuti kiprah para entertainer yg latah jd politis,,janganlah sepak bola dipolitisasi demi kebangkitan sepak bola di negeri ini,sepak bola bukan politi tp sebuah permainan yg indah.
Baru2 ini terjadi sebuah keajaiban dalam dunia sepak bola dan yg pertama terjadi dunia ini..sebuah pertandingan sepak bola dihentikan atas perintah aparat hukum dgn dalih keamanan dan korban jiwa apabila pertandingan dilanjutkan,,padahal kita tahu pertandingan sepak bola hanya dapat di hentikan oleh otoritas sepak bola yaitu FIFA yg memandatkan kepimpinan kepada wasit yg memimpin pertandingan,inilah hukum di Indonesia yg bersifat lain gatal lain digaruk,apakah lebih bijak jika aparat hukum lebih fokus menangani korupsi dr pada sepak bola?Nyawa memang berharga tp apakah lebih berharga nyawa supporter sepak bola dr nyawa korban kemiskinan n kelaparan akibat korupsi??bekerjalah sesuai kewenangan,bijaklah dalam melaksanakan tugas,bangkitalah Indonesiaku walau alangkah lucux negeri ini,,dr kelucuanlah kita bangkit,,




Marx Uppy,01/01/11